Posts

MATEMATIKA PEREMPUAN

MATEMATIKA PEREMPUAN Puisi Reza Amita Pratiwi Perempuan itu, laksana lingkaran untukku Lingkaran yang hanya punya satu sisi, sisi kebaikan Kasih sayang yang tak terbatas sudut, Simetri putar dan simetri lipat yang tak terhingga Perempuan itu, pusat lingkaran.. mengelilingi kehidupanku Mempunyai diameter dalam dirimu Sedangkan aku, jari-jari lingkaranmu Terkadang.. sikapku seperti tali busur, yang tak tentu arah Tetapi, apotema-mu menyeimbangkanku Perempuan itu, bisa membentuk busur kecil atau busur besar Dengan rumus engkau ajaranku, menghitung matematika kehidupan Lalu aku.. meniti setiap juring lingkaran, untuk mengelilingimu Meski hingga akhir waktu Perempuan itu, penuh kasih dan cinta tak terhingga laksana lingkaran dalam hidupku Perempuan itu.. Ku panggil Ibu. Mei 2018 Spesial gift for you, bu :*  

MATA PERTAMA TAMA

MATA PERTAMA TAMA Puisi Reza Amita Pratiwi Sepasang bola “mata” mengantri keajaiban Selaras dengan hati bergejolak tanya,   menemui rumah nuansa berbeda Aku menyepi menanti esok pagi dihiasai suara katak bermelodi Cukup berarti untukku bersemayam, di kamar kecil di ujung kota pelajar Embun lalu menampakkan dinginnya di kaca jendela, bak lensa buram Ya... sebentar lagi mentari tersenyum, harapan bahagia memuncak Putih abu-abu, “pertama” kali Pertama kali pergi sekolah dengan rok abu-abu Pertama kali mencuci periuk nasi sendiri Namun semangat menyala di dadaku akan kutemukan bahagiaku Mata.. pertama melihatmu, pemuda rapi penuh misteri Mata kecilku bertemu mata sendumu Ajaib.. ada frekuensi mengalir deras ke jantung Mengisi penuh jantung mengganggu sikapku, kita berjabat tangan Hai.. “Tama”, aku “Permata” Permata mencari kebahagiaan, akankah dari mata tama? Tama kini inspirasiku, penuhi cita-cita bersama menjelajah

SEINDAH NAMAMU, SEINDAH KISAHMU

SEINDAH NAMAMU, SEINDAH KISAHMU Puisi Karya : Reza Amita Pratiwi Rinai hujan menyerbu butala Embuskan dingin membeku raga Zaman seperti berlayar jauh Anganku terbang meniti bumantara.. Apakah namanya masih sama? Memikiranmu, bagai melukis lembaran usang Indah caramu dahulu, mewarnai sanubari Teman sedekat daratan dan samudera Alas bertahan di setiap langkah. Percayalah.. itulah arti namumu Ramah cengkrama, tawa gembira Antarkan rasa tak terduga. Tirai bambu tetap tumbuh.. meski.. Impian bertemu semakin semu Waktu boleh berlalu, tapi rasamu tetap kutahu Indahnya namumu, wahai pelindung negeri bambu . Puisi ini dibuat untuk mengikuti lomba cipta puisi oleh Jejak Publisher dengan tema "Arti Sebuah Nama" (Alhamdulillah terpilih dalam 150 puisi terpilih dari 606 peserta lomba). Terima kasih apresiasinya jejak publisher. Salam Literasi, Salam Jejak. :)

Hitam dan Putih Itu Bukan Kita

Hitam dan Putih Itu Bukan Kita Aku, perempuan yang merasa semuanya indah Sampai duka berhias suka menyapaku Seperti luka dalam yang tak terlihat mata Luka yang kau bangun laksana dongeng putri raja Dalam kisah pangeran mengejar senja Aku, seperti memakai topeng hitam Penutup wajah yang kau layangkan di sisi bayangan Air mataku mengalir menahan sakit raga yang ku rasa Tapi ternyata, jiwaku yang kau serang Kau tersenyum kepadaku, berharap aku balas senyummu Dibalik itu, maut bisa kapan saja menjemputku atas paksamu Kau yang inginkanku untuk menjadi hal awal dan akhirmu Kau yang ingin ku ukir dengan indah atas pintamu Tapi gemerlap cahaya Maha terang membangunkanku Kau dan aku berbeda, putihmu habis tertutup bayang hitam Tidak bisa menjadi satu cahaya Aku kembali kepada senyum tenangku Harusnya aku sadar, senja yang kau kejar hanya sekejap mata Mungkin memang bukan kita untuk menjadi satu Bukan kita untuk menghabiskan tua bersama